Kebijakan Privasi Baru Whatsapp - Dalam beberapa minggu terakhir atau tepatnya pada 15 Mei lalu, dunia diributkan dengan WhatsApp yang mulai mendorong pengguna di seluruh dunia supaya menyetujui update privacy policy terbaru.
Telegram dengan adminnya yang kocak, Signal dengan sarkasme andalannya, sampai layanan mesin pencari pro-privacy seperti DuckDuckGo kompak meledek WhatsApp lewat akun Twitter mereka masing-masing.
Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Begitu kata Bang Haji Rhoma Irama dalam lagunya Kegagalan Cinta.
Kata tersebut sepertinya cocok untuk menggambarkan kondisi saat ini. Sebuah laporan terbaru menunjukkan bahwa pihak WhatsApp akhirnya memilih mundur dari perilaku kontroversial ini.
Awalnya Kepedean, Tertekan, Lalu Panik
Mungkin karena merasa tidak memiliki saingan, WhatsApp dengan percaya diri mengubah kebijakan pada layanan perpesanan mereka. Kita lebih suka menyebutnya sebagai Facebook or D!e policy. Hasilnya sudah kalian ketahui.
Baca juga :
Dalam sekejap, si hijau ditinggalkan oleh juta'an pengguna untuk beralih ke aplikasi kompetitor yang lebih respect terhadap pengguna.
Untuk pertama kalinya mereka panik hingga membuat klarifikasi lewat sosial media. Tidak sampai disitu, Facebook juga membuat iklan 1 halaman penuh di beberapa media cetak ternama di India.
Masuk akal, mengingat negara asal Amitabh Bachchan tersebut memang menjadi salah satu pasar terbesar WhatsApp dalam beberapa tahun terakhir.
Signal Private Messenger dan Telegram boleh jadi merupakan pihak yang paling diuntungkan. Jumlah download dan pengguna kedua aplikasi messenger tersebut naik derastis dengan adanya blunder ini.
Ditentang Jerman, India, dan Argentina
India, Jerman, dan Argentina, dengan tegas menolak data pribadi warganya dikirim ke perusahaan induknya, Facebook. Ke-3 negara tersebut tetap pada pendiriannya, bahkan sampai dateline.
Jerman memblokir privacy policy aplikasi pesan instan ini hingga 3 bulan kedepan karena dinilai buruk dan mungkin termasuk tindakan ilegal.
Kemungkinan negara Uni Eropa lainnya akan mengikutinya, sedangkan India meminta aplikasi buatan Facebook ini untuk menarik aturan baru tersebut. Mereka tidak mau warganya diperlakukan berbeda dari warga Eropa yang memiliki GDPR.
Bagaimana dengan Indonesia?. Adem ayem. RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sampai sekarang masih belum jelas nasibnya.
Pembahasan RUU PDP di DPR bahkan belum masuk tahap definisi data, sanksi, pengawas. Padahal, regulasi seperti ini sangat dibutuhkan di dunia serba digital seperti saat ini.
Sudah Kalah Perang, Tapi Masih Ngeyel
Awalnya perusahaan yang dinaungi Facebook ini berencana membatasi fitur secara berkala dan memasukan nomor pengguna yang menolak menyetujui kebijakan barunya ke dalam daftar akun yang tidak aktif.
Baca juga :
Mulai dari kehilangan akses ke daftar obrolan, tidak bisa lagi menerima panggilan masuk atau notifikasi, sampai penghapusan akun setelah 120 hari.
Mereka tahu ada resiko besar yang berujung pada diblokirnya aplikasi di negara-negara tersebut dan kehilangan jutaan pengguna yang sudah kecanduan layanannya jika terus seperti ini.
"Mengingat diskusi baru-baru ini dengan berbagai otoritas dan pakar privasi, kami ingin menjelaskan bahwa saat ini kami tidak memiliki rencana untuk membatasi fungsionalitas bagi mereka yang belum menerima pembaruan. Sebagai gantinya, kami akan terus mengingatkan pengguna dari waktu ke waktu. tentang pembaruan serta saat orang memilih untuk menggunakan fitur opsional yang relevan, seperti berkomunikasi dengan bisnis yang menerima dukungan dari Facebook"
Sayangnya hal itu bukanlah pembalikan secara total. WA akan terus memunculkan pop-up sampai pengguna setuju.
Memaksa secara halus mungkin istilah tepat digunakan dalam situasi ini. Tuliskan pendapat kalian di kolom komentar, apakah perubahan ini cukup melegakan atau tetap memilih pindah ke Signal atau Telegram Messenger.
2 komentar